BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada saat ini ribuan bahkan jutaan senyawa telah di temukan oleh para ahli kimia, baik senyawa alam maupun hasil sintesis di laboratorium. Untuk senyawa dari alam seperti senyawa-senyawa organik yang ditemukan dengan jalan mengisolasi, memurnikan dan menentukan struktur molekulnya. Sedangkan untuk senyawa-senyawa hasil sintesis di laboratorium, baik senyawa organik maupun anorganik, sebelumnya dibutuhkan hipotesis yang sangat kuat untuk meramalkan apakah senyawa tersebut dapat disintesis atau tidak serta untuk menentukan struktur molekulnya. Proses-proses untuk penemuan ini membutuhkan biaya yang sangat besar dalam kurun waktu yang cukup lama bahkan bisa bertahun-tahun lamanya dan tidak sedikit yang mengalami kegagalan (Allinger,1993).
Berdasarkan kondisi di atas ahli kimia telah memperkenalkan ilmu kimia komputasi yang merupakan suatu metode berbasis komputer. Metode komputasi merupakan salah satu pilihan dalam melakukan penelitian-penelitian terhadap struktur kimia. Dengan kimia komputasi ini para ahli dapat meramalkan suatu senyawa dapat disintesis atau tidak dalam waktu yang cepat dengan biaya yang relatif murah.
1
Metoda ab initio merupakan salah satu dari metoda dalam kimia komputasi untuk meramalkan struktur suatu senyawa organik maupun anorganik. Penelitian mengenai struktur senyawa kimia ini telah banyak dilakukan. Diantaranya, seperti yang telah dilakukan oleh Lester Andrews dkk (1998). Mereka membahas mengenai NiN2 dan CoN2 dengan menggunakan metode DFT (Density Functional Theory), dan didapatkan hasil struktur yang paling stabil dari NiN2 adalah dengan panjang ikatan 1.693 Å dan sudut ikatan 124o dan CoN2 dengan panjang ikatan 1.613 Å dan sudut ikatan 112o. Berikutnya Shamasundar dan Arunan (2001). Mereka membahas mengenai struktur NF2 dan NCl2 dengan menggunakan metode ab initio, dan didapatkan struktur yang stabil dari NF2 dengan panjang ikatan 1.353 Å dan sudut ikatan 103o dan struktur stabil pada NCl2 adalah dengan panjang ikatan 1.731 Å dan sudut ikatan 111o. Kemudian Louis dkk (2003) membahas mengenai struktur CO2 dengan metode ab initio yang di dapatkan hasil struktur yang stabil dari CO2 adalah dengan panjang ikatan 1,162 Å dengan sudut 180o. Lee dan Wright (2004), juga membahas keadaan dasar dan panas pembentukan dari molekul MgB2 dengan menggunakan metode ab initio, dan didapatkan panas pembentukan dari MgB2 adalah 195 kcal mol-1.
Seperti terlihat dalam penelitian-penelitian di atas, dan juga dari penelusuran literatur yang telah penulis lakukan, penelitian tentang studi molekul kecil memang telah banyak dilakukan. Akan tetapi, penelitian mengenai studi molekul sederhana seperti n2S (dengan n adalah unsur-unsur periode 1, 2 dan 3 dengan metode ab initio masih jarang ditemukan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai: Studi Molekul n2S Menggunakan Metode ab Initio. Sebagai masukan awal molekul n-S-n di buat planar (grup simetri D~h) atau lekuk (C2V) dan jarak n-S sama dengan 1,2 Å, dengan sudut 180o dan 120o
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan kuantitatif antara struktur dengan sifat molekul n2S.
1.3. Batasan masalah
Dalam penelitian ini masalah dibatasi pada:
1. Molekul yang diteliti adalah molekul n2S (dengan n adalah unsur-unsur periode 1, 2 dan 3)
2. Dalam keadaan optimal
a. Struktur molekul digambarkan sebagai jarak antar atom (panjang ikatan) nS dan sudut ikatan S-n-S
b. Sifat molekul S-n-S digambarkan sebagai momen dipol dan luas permukaan.
1.4. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah geometri optimal dari molekul n2S dalam keadaan optimal?
2. Apakah struktur dan sifat molekul n2S dalam keadaan optimal dapat diturunkan secara periodik?
3. Bagaimanakah korelasi sifat antar molekul n2S (n dari unsur-unsur periode 1, 2 dan 3)?
4. Bagaimanakah struktur molekul n2S yang stabil?
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan hubungan kuantitatif antara struktur dengan sifat molekul n2S.
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi mengenai molekul-molekul kecil n2S pada keadaan optimal, baik bentuk geometrinya maupun sifat molekulnya.
2. Memberikan masukan terhadap peneliti eksperimen dalam melakukan penelitian terhadap molekul-molekul kecil terutama molekul-molekul n2S.
BAB II
|
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sulfur
Sulfur mempunyai keeletronegativan yang lebih rendah daripada oksigen, yang berarti senyawanya mempunyai sifat kurang ionik. Kestabilan relatif ikatannya kepada unsur-unsur lain juga berbeda. Surpur memiliki valensi tidak terbatas, surfur terdapat secara luas di alam sebagai unsur, sebagai H2S dan SO2, dalam biji sulfida logam dan sebagai sulfat seperti gips, dan anhidrit, magnesium sulfat, dan sebagainya. Surfur diperoleh dalam skala besar dari gas hidrokarbon alamiah seperti yang ada di
5
Tabel 1. Sifat fisika unsur Sulfur
No | Sifat Fisika | Sulfur |
1 | Nomor atom | 16 |
2 | Konfigurasi eletron | Ne) 3S2 3P4 |
3 | Titik didih | 444.6 oC |
4 | Titik leleh | 112,21 oC |
5 | | 2,07 (g/mL) |
6 | Densitas | 1,02 oA |
7 | Tingkat oksidasi | ±2,4.6 |
8 | Eletronegatifitas | ±2,4.6 |
9 | Jari-jari atom | 2,58 oA |
10 | Berat atom | 32,06 amu |
Sumber program Hyperchem, Program Chemwind dan Cotton, Wilkinson. 1989
2.2 Unsur-unsur periode 1-3
Periode1 terdiri dari dua unsur, yaitu unsur hidrogen dan helium. Hidrogen adalah gas yang membentuk molekul diatomik H2, sedangkan helium membentuk molekul mono atomik, He. Helium dalam keadaan biasa tidak membentuk senyawa dengan unsur-unsur lain.
Periode 2 mengandung 8 unsur yaitu: Litium, Berilium, Boron, Carbon, Nitrogen, Oksigen, Fluorin dan Neon. Keelektronegativan unsur-unsur periode II, dari kiri kekanan semakin bertambah. Unsur pertama litium berupa logam yang sangat elektropositif, yang mudah membentuk senyawa ion. Unsur berikutnya berilium yang kurang elektropositif, tetapi masih mempunyai sifat-sifat logam. Boron dan karbon merupakan unsur yang bersifat non logam, kemudian nitrogen, oksigen dan fluor berturut-turut keelektronegatifannya semakin besar. Unsur terakhir dari periode ini adalah unsur yang termasuk gas mulia, semua gas mulia pada suhu biasa sukar membentuk senyawa dengan unsur-unsur lain.
Periode 3 mengandung 8 unsur. Unsur dalam periode III ini menunjukkan kecenderungan berubah sifat dari logam yang elektropositif di kiri dan semakin kekanan menjadi nonlogam yang elektronegatif. Sifat-sifat kimia dan fisika tiap unsur mirip dengan periode II yang terdapat tepat diatasnya, misalnya sifat-sifat natrium sama dengan litium, magnesium sama dengan berilium. Periode I, II dan III disebut periode pendek. (Sukardjo, 1990). Unsur-unsur periode 1-3 memiliki keelektronegativan bertambah besar dari kiri kekanan dan pada satu golongan dari atas kebawah semakin besar. (Cotton, Wilkinson 1989).
2.3 Program Kimia Komputasi
Program kimia komputasi bertujuan untuk menentukan sifat‑sifat molekuler suatu substansi. Salah satu di antaranya ialah program kimia kuantum, yakni program yang didasarkan pada pendekatan kimia kuantum. Pada kimia kuantum, sistem di gambarkan sebagai fungsi gelombang yang dapat diperoleh dengan menyelesaikan persamaan Schrodinger. Dimana, persamaan Schrodinger ini berkaitan dengan sistem dalam keadaan stasioner dan energinya dinyatakan dalam operator Hamilton. Jadi, program kimia kuantum menggunakan operator Hamilton, yang dapat diturunkan dari fungsi gelombang molekul.
Program kimia kuantum dapat dikelompokkan atas tiga, yaitu:
- Program semi empiris
Program semi empiris ini menggunakan operator Hamilton tidak murni, Ĥeff Sebagai kompensasinya, program membutuhkan parameter, dimana parameter ini diperlukan guna mendapatkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan penelitian lain.
- Ab initio
Ab initio menggunakan operator Hamilton sedikit murni sebagai operator Hamilton Hartree‑Fock, atau operator Hamilton terkoreksi, HT. Perhitungan ab initio tidak membutuhkan data percobaan lain, kecuali beberapa tetapan fisika substansi.
- Density functional program
Program ini digunakan untuk menentukan energi elektronik molekul, yang menghitung kemungkinan kerapatan elektron (molecular electron probability density, p).
Berikut ini diperlihatkan skema perkembangan program kimia kuantum.
Ĥ | | Ab initio | | | | |
ĤHT | | PPP |
| CNDO |
| seri MOPAC |
| | | | INDO | | HyperChem |
| | | | NDDO | | seri Gaussian |
| | | | MINDO | | |
| | | | MNDO | | |
Ĥeff |
| HMO |
| EHMO |
| ASED |
| | | | | | Tight Binding |
| | | | | | Calzaferi |
Keterangan:
EHMO : Extended Huckel Molecular Orbital
ASED : Atom Superposition Electron Delocalization
CNDO : Complet Neglect of Differential Overlap
INDO : Intermediate Neglect of Differential Overlap
NDDO : Aleglect of Diatomic Differential Overlap
MINDO : Modificatian of INDO
MNDO : Modified Neglect of Diatomic Differential Overlap
Adapun program kimia komputasi lainnya selain program kimia kuantum adalah sebagai berikut:
a. Molecular mechanics program, molekul dianggap sebagai kumpulan dari atom‑atom yang terikat satu sama lain dengan ikatan yang cukup kuat. Setiap ikatan mempunyai suatu force constant (konstanta gaya). Energi molekul dihitung dari force constant yang menyusun molekul.
b. Program Montecarlo, berdasarkan teori mekanika statistik.
Dari penjelasan di atas, tampak bahwa banyak sekali program kimia komputasi, baik itu program kimia kuantum ataupun program kimia komputasi lainnya, yang dapat dioperasikan pada Personal Computer (PC). Program-program itu dapat digunakan untuk tujuan penelitian yang hemat biaya, waktu dan bersifat mutakhir. Setiap program tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing‑masing (Kusuma, 2005). Namun pada saat ini, penggunaan program kimia kuantum lebih banyak digunakan, juga seperti yang akan penulis kerjakan dalam penelitian ini.
2.4 Persamaan Schrodinger
Energi dan fungsi gelombang sistem dalam keadaan stasioner diberikan oleh penyelesaian persamaan schrodinger.
y = Ey (1)
dalam persamaan ini adalah operator Hamiltonian yang menyatakan energi kinetik dan potensial dari sistem yang mengandung elektron dan inti atom. Energi ini analog dengan energi kinetik mekanika klasik dari partikel dan interaksi elektrostatik Coulombik antara inti dan elektron. y adalah fungsi gelombang yang merupakan salah satu dari penyelesaian persamaan eigenvalue. Fungsi gelombang ini bergantung pada posisi elektron dan inti atom. Hamiltonian disusun oleh tiga komponen energi yaitu energi kinetik inti, energi kinetik elektron dan energi potensial inti dan elektron.
Persamaan Schrodinger : ye.n = Eye.n (2)
Hamiltonian : = (3)
Empat pendekatan biasanya diterapkan pada penyelesaian persamaan Schrodinger, yaitu :
a. Tak bergantung waktu, sistem dalam keadaan stasioner terhadap waktu.
b. Mengabaikan efek relativitas, hal ini memberikan garansi bahwa elektron bergerak tidak akan lebih lambat dari kecepatan cahaya. Koreksi perlu dilakukan untuk atom yan mempunyai muatan inti yang sangat besar.
c. Pendekatan Born-Oppenheimer, pemisahan gerakan inti dan elektron.
d. Pendekatan orbital, elektron menempati daerah dalam ruang tertentu di sekitar inti
Pendekatan Born-Oppenheimer diterapkan dengan pemisahan fungsi gelombang untuk inti dan elektron. Fungsi gelombang total merupakan hasil perkalian dua faktor,
Born-Oppenheimer : y e.n = n e (4)
Pendekatan ini didasarkan pada fakta bahwa elektron begitu ringan relatif terhadap inti sehingga gerakan elektron dapat mudah mengikuti gerakan inti, atau dengan kata lain gerakan inti atom dapat dianggap konstan. Dari segi eksperimental, pendekatan ini dapat dibuktikan kebenarannya. Dari pendekatan ini kita dapat menghitung fungsi gelombang elektronik, e yang didapatkan sebagai penyelesaian persamaan Shcrodinger elektronik,
e (Rn)y(re) = Ee(Rn)y(re) (5)
Persamaan ini masih mengandung posisi inti walaupun bukan sebagai v ariabel melainkan sebagai parameter.
Hamiltonian elektronik mengandung 3 term : energi kinetik, interaksi elektrostatik antara elektron dan inti, dan tolakan elektrostatik antar elektron. Dalam rangka menyederhanakan pernyataan dan untuk membuat persamaan tak bergantung pada harga percobaan dari konstanta fisika, digunakan unit atom sebagai berikut,
e = 1, muatan elektron
m = 1, massa elektron
= 1, konstanta Planck dibagi (2 p)
Turunan unit atom untuk panjang dan energi adalah :
1 bohr = ao = = 0,529 Å (6)
1 hartree = = 4,35988 x 10-18J = 627.51 kcal/mol
dengan unit tersebut, Hamiltonian elektronik dituliskan :
(7)
simbul (“del squared”) adalah operator Laplace
= (8)
Energi total dlam model BO didapatkan dengan menambahkan energi tolakan inti pada energi elektronik.
Etotal = Ee + En En = (9)
Energi total didefinisikan sebagai energi potensial hipersurfase E = f(Q) yang dapat digunakan untuk menyelesaikan secara parsial terhadap persamaan Schrodinger untuk gerakan inti.
(10)
2.5 Penyelesaian persamaan Schrodinger elektronik Hartree-Fock. Teori Self- Consistent Field (SCF)
Persamaan shcrodinger elektronik mengandung dua term yang bekerja pada satu elektron dalam waktu t, yaitu energi kinetik dan tarikan elektron-inti, dan sebuah term yang menggambarkan tolakan pasangan elektron. Term yang kedua ini bergantung pada koordinat dari dua elektron, penentuan secara memuaskan hanya pada sistem yang kecil.
(11)
(12)
Untuk mengatasi masalah ini pendekatan partikel independen diperkenalkan interaksi setiap elektron dengan semua elektron yang lain dalam sistem, diperlakukan sebagai nilai rata-rata.
(13)
Dengan demikian persamaan Schrodinger yang pada awalnya bergantung pada koordinat ( menyatakan koordinat spasial dan spin) dari semua elektron dapat direduksi menjadi satu set persamaan :
(14)
(15)
Fungsi gelombang dinamakan orbital spin elektron tunggal (one-elektron spin-orbital).
Masalah berikutnya adalah untuk setiap elektron, energi potensial yang disebabkan oleh pengaruh semua elektron yang lain dalam sistem harus ditentukan, tetapi harga awalnya tidak diketahui. Dalam prakteknya, orbital awal (sebagai nilai awal) ditetapkan dan nilai ini dimodifikasi secara iteraktive sampai didapatkan penyelesaian medan keajekan diri (Self-Consistent Field, SCF) yang dapat dinyatakan sebagai penyelesaian terhadap persamaan Hartree-Fock.
(16)
Konvergensi dari prosedur SCF bukan merupakan suatu harga yang tergaransi, banyak teknik telah dikembangkan untuk mempercepat proses konvergensi. Dalam prakteknya, kesulitan sering terjadi dengan sistem yang strukturnya non-standar yaitu struktur molekul yang beberapa elektronnya tidak diketahui secara pasti pada atom mana mereka terikat.
Eigenvalue diinterpretasikan sebagai energi orbital. Energi orbital mempunyai interpretasi fisik sebagai: pemberian sejumlah energi yang diperlukan untuk mengeluarkan elektron dari orbital molekul yang berkaitan dengan harga negatif dari potensial ionisasi yang didapatkan dari eksperimen (teori Koopman). Hal lain dalam penyelesaian persamaan Schrodinger elektronik adalah fungsi gelombang haruslah ternormalkan dan mengikuti aturan Pauli. Kondisi normalisasi dihubungkan dengan interpretasi dari fungsi gelombang sebagai fungsi distribusi yang jika diintegralkan untuk seluruh ruang, haruslah menghasilkan nilai satu.
, dalam notasi bra-ket dapat dituliskan sebagai
Aturan Pauli menyatakan bahwa fungsi gelombang haruslah berubah tandanya jika dua koordinat elektronik independent saling tertukarkan.
(17)
Untuk sistem dua elektron, orbital spin dan, ()merupakan jenis spin yang dapat berupa atau) dapat dikombinasikan sebagai berikut
(18)
Sesuai dengan definsi dari determinan, produk antisimetri ini dapat dinyatakan sebagai :
(19)
Jenis dari fungsi gelombang ini dikenal dengan nama determinan Slater. Sifat penting dari prosedur SCF adalah penyelesaiannya didasarkan pada prinsip variasional (variasional principle) yang menyatakan bahwa harga harapan dari energi terevaluasi dari fungsi gelombang tak eksak selalu lebih tinggi dari energi eksaknya.
(20)
sebagai konsekwensinya, energi terendah yang berkaitan dengan pendekatan fungsi gelombang terbaik merupakan energi minimasi yang ekivalen dengan fungsi gelombang teroptimasi. Energi diri determinan slater pada perhitungan Hartree-Fock dapat dinyatakan dalam bentuk interaksi elektron tunggal dan ganda untuk sistem dalam keadaan dasar yaitu:
occ=occupied (terisi) (21)
(22)
(23)
Integral elektron-ganda (ii jj) menggambarkan tolakan antara dua elektron yang terletak dalam satu orbital yang dikenal dengan integral Coulomb, (ij ij) dinamakan integral terpindahkan (exchange integral).
Metoda ini dapat diterapkan dengan anggapan bahwa elektron dengan spin berlawanan membentuk pasangan dan mengisi orbital spasial yang sama. Pendekatan ini dinamakan pendekatan Hartree-Fock terbatasi (Restricted Hartree-Fock, RHF) disamping ada pendekatan yang lain yaitu Hartree-fock tak terbatasi (Unrestricted Hartree-Fock, UHF). Keunggulan dari metoda RHF adalah momen magnetik bersesuaian dengan spin elektron ditiadakan secara eksak untuk elektron berpasangan dalam orbital spasial yang sama, sehingga fungsi gelombang SCF merupakan eigenvalue dari operator spin. Fungsi gelombang UHF lebih fleksibel daripada RHF sehingga dapat menghasilkan energi terhitung yang lebih rendah. Dalam prakteknya metoda RHF hampir selalu digunakan untuk sistem sel tertutup (closed shell), sedangkan UHF diperuntukkan bagi sistem sel terbuka (Open Shell). Energi total untuk keadaan dasar sel tertutup RHF dapat dituliskan sebagai berikut :
(24)
(25)
(Pranowo, 2000)
2.6 HyperChem
HyperChem adalah program simulasi dan pemodelan molekular untuk melakukan perhitungan kimia kompleks. HyperChem menyediakan fasilitas sebagai berikut: 1) Menggambar suatu molekul dan pembuatan model tiga dimensi (3D), 2) Struktur bangun protein dan asam nukleat dari residu standar. 3) Penentuan efek isotop dalam perhitungan analisis vibrasi dengan metoda semi-empirik dan ab initio. 4) Grafik dari hasil perhitungan kimia. 5) Perhitungan mekanika molekular dan mekanika kuantum (dengan metoda semi empiris dan ab anitio). Disamping itu tersedia pula data base dan program simulasi Montecarlo dan molecular dynamics (MD).
HyperChem juga mempunyai fasilitas‑fasilitas berupa tool yang disebut The Chemist's Developer Kit (CDK). Dengan tool ini para Kimiawan dapat dengan cepat mengkonstruksi suatu interface antara HyperChem dan program software Kimia lainnya serta fasilitas untuk membuat struktur kristal (crystal builder), molecular presentations, sequence editor, struktur penyusun gula, conformational search, QSAR properties dan script editor.
HyperChem menyediakan beberapa metoda perhitungan, yaitu:
- MM+, AMBER, BIO+, dan OPLS force fields untuk perhitungan-perhitungan (mekanika molekuler)
- Extended Huckel, CNDO, INDO, MINDO3, MNDO, AM1, PM3, ZINDO/1 ZINDO/S semi‑empiris, dan ab initio perhitungan (quantum mechanics).
HyperChem dapat menggabungkan perhitungan-perhitungan mekanika molekuler dengan semi empiris atau ab initio mekanika kuantum untuk sistem molekuler (Allinger, 1996).
Gambar 2 berikut meringkaskan fungsi utama yang terdapat dalam HyperChem :
Gambar 1. Ringkasan Fungsi Utama HyperChem
(Sumber : Allinger, 1996)
2.7. Ab initio
Salah satu metode perhitungan kimia komputasi yang digunakan adalah metode ab initio. Metode ini mempunyai akurasi paling tinggi dibanding metode lainnya, namun sebagai konsekwensinya dari pencapaian ketelitian yang tinggi dari metode ab initio ini, diperlukan waktu operasi yang tinggi sehingga hanya mungkin diterapkan pada molekul-molekul kecil.
Metode perhitungan mekanika kuantum ab initio merupakan salah satu metode perhitungan kimia selain metode mekanika kuantum semi empiris atau pun metode menika molekuler. Keunggulan dari metode ab initio ini adalah ia dikembangkan sebagai sebuah konsep yang bersifat umum yang dapat menjelaskan tentang “kimia model”. Kimia model teoritis terdiri dari suatu metode HF, MP2, dan lain-lain dan himpunan basis set.
2.8 Metoda Variasional
Setiap atom mempunyai satu atau beberapa orbital atom. Setiap orbital atom mempunyai tingkat energi tertentu. Diketahui atom-atom bergabung satu sama lain membentuk molekul. Menurut mekanika kuantum, fungsi gelombang atom dapat bergabung sama lain membentuk fungsi gelombang molekul (disebut sebagai orbital molekul). Penggabungan terjadi secara kombinasi linear. Untuk selanjutnya fungsi gelombang atom disimbolkan dengan φ, dan fungsi gelombang molekul dengan ψ. Dapat tidaknya dua atau lebih fungsi gelombang atom (φ 1, φ2…) bergabung secara kombinasi linear ditentukan oleh perbedaan tingkat energinya makin besar perbedaan energi tingkat orbital atom makin sukar bergabung satu sama lain. Kalau kombinasi linear (dua atau lebih) orbital atom diizinkan akan terbentuk dua (atau lebih) fungsi gelombang molekul dan ψ Gambar 3
E ψ2
φ1 φ2
Ψ1
Gambar 2. Dua Orbital Atom Berkombinasi Linear Membentuk Dua Orbital Molekul.
Ψ1 = aφ1 + bφ2 dan Ψ2 = aφ1 - bφ2 (26)
Fungsi gelombang molekul φ1 mempunyai tingkat energi lebih rendah (daripada) φ2 lebih tinggi daripada φ1 dan φ2. Seperti pada orbital orbital atom.
§ Pengisian elektron dimulai dari orbital molekul dengan tingkat energi paling rendah.
§ Setiap orbital molekul memuat maksimum dua elektron.
Bila φ1 memuat dua elektron dan φ2 satu elektron, maka ψ1 berisi dua elektron dan ψ2 satu elektron, dan seterusnya.
Operator merupakan operator energi. Artinya bila suatu fungsi (di sini fungsi gelombang atom atau molekul) dikenakan operator akan didapat energi (E) dan fungsi itu lagi. Jadi
φ = E φ (27)
Bila tetap, dengan berubahnya φ nilai E tentu akan berubah. Dapat diramalkan pada nilai φ tertentu nilai E menjadi paling negatif. Untuk menentukan nilai E yang paling negatif (E selanjutnya ditulis sebagai E saja) suatu fungsi gelombang molekul, digunakan perumusan metoda variasi :
E = (27)
Ψ* adalah kompleks konyugasi dari Ψ. Bila Ψ ternormalisasi maka nilai . Selanjutnya, misalkan Ψ = a φ1 + b φ2.Ψ tidak memuat bilangan khayal (maka Ψ = Ψ*). Dan Ψ tidak ternormalisasi, maka persamaan (27) menjadi
E =
didefinisikan
dan
E =
Untuk memudahkan perhitungan, dimisalkan
maka E =
atau a2ES11+2abES12+b2ES22=a2H11+2abH12+b2H22 (28)
Nilai E minimum diperoleh bila besaran dan disamakan dengan nol. Bila persamaan (2.6.4) dideferensial partial terhadap E dan a (konstan) diperoleh
a2S11E+ ES11 (2a) a+2abS12E+2bES12a+b2S22E=H11(2a) a+2bH12a
E(a2S11+2abS12+b2S22) = a(2aH11+2bH12 - 2aES11 – 2bES12)
E (2aH11+2bH12-2aES11-2bES12
a (a2S11 + 2abS12 + b2S22)
2aH11 + 2bH12 – 2aES11 – 2bES12 = 0
a(H11 – ES11) + b (H12- ES12) = 0 (29)
Diferensial partial persamaan 1.16 terhadap E dan b (a konstan) memberikan
b( H11 – ES11) + a(H12 – ES12) = 0 (30)
Bila kedua persamaan 1.17a dan 1.17b digabungkan
(31)
atau (32)
Persamaan 20 disebut persamaan sekular, dan persamaan 30 sekular determinan. Jadi untuk molekul yang tersusun dari dua orbital atom didapat
- Dua orbital molekul
- Dua persamaan sekular
- Bahagian kiri sekular determinan merupakan matriks 2x2
- Nilaieigen ditentukan dari nilai eigen sekular determnan(persamaan 2.6.7)
Untuk molekul yang tersusun dari tiga orbital atom akan didapatkan tiga orbital molekul. Kombinasi linear antar orbital atom antara lain dapat berbentuk :
- Ψ1 = aφ1 + bφ2 + cφ3
- Ψ2 = aφ1 + bφ2 - cφ3
- Ψ3 = aφ1 - bφ2 - cφ3
Kombinasi linear ini tidak dapat lagi digambarkan seperti pada Gambar 3, yang pasti ialah adanya orbital molekul yang mempunyai tingkat energi lebih negatif dan lebih positif daripada orbital atom penyusun. Persamaan sekularnya, yang berasal dari matriks 3x3, adalah
a(H11 – ES11) + b (H12 – ES12) + c(H13 – ES13) = 0
a(H21 – ES21) + b (H22 – ES22) + c(H23 – ES23) = 0
a(H31 – ES31) + b (H32 – ES32) + c(H33 – ES33) = 0
Bila satuan r dalam Å maka satuan energi dalam eV, r dalam cm maka energi dalam erg, dalam bohr maka energi dalam au (atomic unit, 1 au = 27,2 eV).
(Kusuma, 2005)
2.9 Optimasi Geometri
Optimasi geometri merupakan metode untuk menghitung dan menampilkan struktur molekul dengan energi potensial minimum dan gaya-gaya atomik terkecil. Informasi yang diperoleh dari hasil optimasi terhadap suatu struktur molekul antara lain berupa geometri molekul, panas pembentukan, energi, momen dipol, potensial ionisasi, kerapatan muatan dan lain-lain. Informasi ini diperoleh untuk molekul dalam keadaan fasa gas atau keadaan vakum.
Untuk mendapatkan struktur molekul n2S yang stabil, dilakukan optimasi geometri agar didapat energi potensial minimum dengan proses minimisasi energi. Minimisasi energi merupakan proses dalam optimasi geometri untuk mendapatkan energi yang minimum pada permukaan energi potensial.
Optimisasi dalam istilah proses matematika dimaksudkan untuk menyatakan bahwa suatu struktur didapatkan melalui proses perhitungan dengan cara membandingkan struktur terhitung dengan struktur sebelumnya. Struktur dimodifikasi agar konsisten dengan informasi parameter yang ada dalam program. Prosedur matematika telah digunakan untuk menentukan bagaimana geometri akan berubah dari satu langkah ke langkah berikutnya. Program yang tersedia akan menyimpan perubahan geometri sampai harga spesifik cut-off dicapai, pada saat ini molekul dikatakan telah teroptimisasi. Harga cut-off spesifik dikenal dengan istilah konvergensi.
Selama proses optimisasi, kontribusi setiap komponen pada energi akan dihitung. Setiap perubahan geometri sedikit saja akan memberikan perubahan energi yang cukup besar, dan perubahan energinya akan dihitung selama proses optimisasi. Proses itu akan diulangi terus sampai perubahan energi antara satu iterasi dan gerakan selanjutnya berada dibawah harga konvergensi. Kritera konvergensi yang umum adalah perubahan energi (geometri) antara struktur terhitung terakhir denngan struktur terakhir kedua yang nilainya harus lebih kecil dari 0,5 kJ. Pada saat perubahan energi berada dibawah harga konvergensi, maka struktur dikatakan telah teroptimisasi. Dalam suatu perhitungan akan diperoleh banyak sekali energi permukaan yang minimal. Seperti dicantumkan dalam Gambar 4. Energi minimal yang terendah disebut energi minimal global. Tetapi, untuk menentukan energi minimal global suatu molekul sangat susah.
Untuk menghitung energi permukaan sistem digunakan suatu algoritma yang disebut dengan algoritma minimisasi. Algoritma minimisasi akan menghasilkan suatu nilai, dimana nilai ini hanya akan mendekati nilai energi minimal global saja (Leach, 1996)
2.10 Konvergensi
Permukaan energi potensial suatu molekul memiliki banyak titik minimum. Energi minimum yang terendah disebut dengan energi minimum global, sedangkan energi minimum yang lainnya disebut dengan energi minimum lokal. Hal ini diperlihatkan dalam Gambar 4.
Energi
Jarak
Gambar 3. Kurva energi sebagai fungsi jarak.
Titik yang memiliki energi terendah adalah titik minimum global, yang merupakan titik minimum sebenarnya. Tetapi, dalam pemodelan molekul untuk mencapai titik tersebut sangat sulit, dengan kata lain energi minimum global ini tidak dapat diketahui dengan pasti melalui minimisasi energi potensial maupun melalui metoda numeris, sehingga dilakukan pendekatan dengan cara meminimisasi energi secara gradual. Dengan mengingat keterbatasan kemampuan komputer dalam presisi dan jumlah variable apabila energi yang teramati telah cukup minimum, yakni dengan menghitung gradien akar kuadrat. Secara matematis gradien akar kuadrat dirumuskan sebagai RMS (Root Mean Square)
Proses akan berhenti jika dicapai konvergensi , yaitu : RMS < dengan> 0 dan bernilai kecil (Leach,1996).
2.11. Momen Dipol
Momen dipol merupakan suatu besaran yang digunakan untuk menyatakan kepolaran suatu ikatan kovalen. Momen dipol dirumuskan dalam persamaan berikut :
Keterangan :
μ = Momen dipol, satuannya debye (D)
q = Selisih muatan, satuannya Coulomb (C)
r = Jarak antara muatan positif dengan muatan negatif, satuannya Ao
molekul polar disebut gaya tarik dipol-dipol. Tarikan ini lebih kuat dari pada tarikan antara molekul-molekul non polar. Molekul yang mempunyai momen dipol permanen dikatakan sebagai polar. Seperti gambar 4.
Gambar 4. Molekul diatom kovalen polar
Anak panah yang menyatakan kepolaran digambar dari muatan positif parsial ke muatan negatif parsial.
Gambar 5. molekul triatom dan non polar
Jika molekul linear, dengan simetri Struktur B – A – B, momen dipol nol. Hal ini dikarenakan kepolaran yang sama mempunyai gaya tarik menarik yang sama kuat. Kepolaran merupakan vector jumlah. Dalam struktur berbentuk linear, jumlah ini adalah nol.
Untuk molekul linear, akan tetapi tidak simetri mempunyai momen misalnya momen dipol N2O adalah 0,14 debyes. Sementara, untuk molekul yang tidak linear tidak mempunyai momen dipol. (Perros, 1967)
2.12. Panjang ikatan dan sudut ikatan
Panjang ikatan merupakan jarak antara inti atom yang satu dengan inti atom yang lain yang berikatan dengannya. Panjang ikatan dipengaruhi oleh keelektronegativan masing-masing atom, semakin kecil perbedaan keelektronegatifan maka panjang ikatan akan semakin besar. Jadi, panjang ikatan berbanding terbalik dengan keelektronegativan antara dua atom. Panjang ikatan juga dipengaruhi oleh jari-jari atom penyusun ikatan, semakin panjang jari-jari atom yang berikatan dalam suatu molekul maka panjang ikatan akan semakin besar. Jadi, panjang ikatan berbanding lurus dengan jari-jari suatu unsur.
Bila ditinjau ikatan tunggal antara atom – atom yang sama, misalnya Cl – Cl, jari-jari kovalen ikatan tunggal suatu atom yakni setengah panjang ikatannya. Jadi jarak Cl – Cl, 988 Ao menghasilkan jari-jari kovalen sebesar 0,99 V bagi atom Cl. Bila terdapat perbedaan kelektronegativan yang besar antar dua atom, panjang ikatan biasanya lebih kecil dari pada jumlah jari-jari kovalen, kadang-kadang cukup besar selisihnya. (Cotton dan Wilkinson, 1989)
Sudut ikatan adalah sudut yang terbentuk oleh ikatan yang mengikat atom-atom yang terdapat dalam suatu molekul. Ikatan ini terjadi sebagai akibat adanya muatan elektrostatika yang terdapat pada elektron inti. (Basri, S. 1995)
2.13. Analisis Statistik QSPR
a. Regresi Multilinear.
Banyak metoda statistik multivariat yang dapat digunakan pada kajian QSPR dan memberikan hasil yang memuaskan. Metoda dasar yang populer adalah analisis regresi, yaitu metoda yang mengkorelasikan beberapa variabel bebas X dengan variabel tidak bebas Y (Kubiyi, 1993). Metoda ini relatif banyak digunakan pada analisis Hansch maupun metode Free-Wilson.
Analisis statistik QSPR pada penelitian ini menggunakan analisis regresi multilinier yang menghubungkan variabel bebas X (parameter kimia fisika dalam Hanch, parameter indikator dalam metoda Free-Wilson) dengan variabel tidak bebas Y Kubiyi,1993). Variabel tidak bebas mengandung suku error, sedangkan variabel tidak bebas disusun untuk tidak mengandung suatu kesalahan (Daniel dan Wood, 1980).
Dalam analisis QSPR pemilihan prediktor yang mempunyai efek dominan terhadap hubungan kuantitatif struktur dengan sifat molekul biasanya dilakukan dengan analisis regresi multilinier. Metoda ini sebenarnya adalah proses perhitungan matematis biasa untuk fitting data. Teknik fitting data ini dilakukan dengan jalan meminkmalkan harga selisih dari total random error (ε).
Berdasar data observasi, pada kenyataanya terdapat hubungan antara harga respon sebenarnya dengan harga prediktor. Harga respon yang sebenarnya menurut Daniel dan Wood (1980) dinyatakan sebagai berikut :
Analisis regresi multilinear menghunungkan antara variabel bebas dengan variabel tidak bebas. Metoda ini secara eksak adalah prosedur perhitungan matematis biasa untuk fitting data. Teknik fitting dta ini adalah dengan jalan minimasi harga selisih dari total random error.
Data observasi pada kenyataannya memiliki hubungan antara harga respon sebenarnya dengan harga prediktor yang menurut Daniel dan Wood (1980). Parmeter yang digunkan adalah koefisien korelasi (r), standar error(SE), harga F dan PRESS. Harga R adalah suatu ukuran relatif terhadap kualitas model karena harganya tergantung pada semua varians dari prediktor.
or (34)
dimana :
adalah jumlah kuadrat penyimpangan (SSQ)
= SSQ = (35)
Syy adalah jumlah total varians:
Syy = = (36)
Harga F adalah ukuran perbedaan tingkat signifikansi dari model regres. Signifikansi dari persamaan regresi terjadi jika harga F lebih besar dari batas signifikansi (sebagai Ftabel) untuk batas konfidensi yang ditentukan, dalam penelitian biasanya digunakan konfidensi sebesar 95% atau sering juga 99%
(37)
Menurut Kubinyi(1993) parameter-parameter R(atau R2), SE dan F inilah yang digunakan sebagai penentu dalam pengambilan keputusan pada nalisis regresi multilinear. Selain parameter tersebut ada parameter lain yangdapat mengetahui keakuratan tiap-tiap model untuk penentuan model yang terbaik.
PRESS=2
Untuk dapat memperoleh persamaan yang baik, maka dilkukan seleksi dari beberapa alternatif model. Kriteria pemilihan “model terbaik “ adalah berdasarkan pada faktor-faktor berikut :
- Jumlah data(n) yang dikorelasikan harus lebih banyak daripada jumlah variabel bebas yang diperoleh.
- Harga R2 hsrus besar untuk persamaan regresi yang diterima.
- Koefisien regresi untuk prediktor harus memenuhi standar signifikansi 95%.
- Harga F harus melebihi harga Ftabel untuk signifikansi 95%.
- Harga SE harus minimum.
- Parameter PRESS harus minimum.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2005 sampai Juni 2006 di laboratorium kimia komputasi jurusan Kimia FMIPA Universitas Andalas
3.2 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian teoritis.
3.3 Alat
- Personal Komputer Pentium IV; 3.0 GHz 256 Mb
- Printer HP Deskjet 3920
- Paket HyperChems pro 6.0 (metoda ab initio)
3.4 Sistem yang diamati
- Struktur n2S grup simetris D~h (dengan n adalah unsur-unsur periode 1, 2 dan 3) sebagai masukan awal molekul S-n-S di buat planar (grup simetri D~h) dan jarak n-S sama dengan 1,2 Å. dan S-n-S dengan sudut 120o dan jarak n-S sama dengan 1,2 Å
- Masukan data :
34
dan
Setup | : | Ab initio method | | |
| | Basis set | : | STO-3G |
| | Spin pairing | : | RHF atau UHF |
| | Iteration limit | : | 1000 |
Star log | : | Mechanics print level | : | 3 |
| | Quantum print level | : | 3 |
Compute | : | Maximum cycle | : | 1000 |
3.5 Variabel
Variabel bebas dari penelitian ini adalah luas muka dan momen dipol , sebagai variabel terikatnya adalah panjang ikatan dan sudut ikatan.
3.6 Prosedur kerja
- Menggambar struktur molekul n2S menggunakan program HyperChem Pro 7.0 (metode ab initio)
- Klik menu build, pilih default element lalu klik, sehingga muncul kotak dialog element table.
- Dalam kotak dialog tersebut klik unsur n(unsur-unsur transisi), lalu klik close, sehingga muncul kembali jendela yang aktif.
- Pada jendela yang aktif, klik disembarang tempat, lalu klik lagi default element, klik S, tahan lalu geser ke n, sehingga muncul gambar n2S linear.
- Atur panjang ikatan dengan cara klik select, klik gambar yaitu pada garis, klik menu edt pilih set bond length. sehingga muncul kotak dialog set bond length, isikan panjang ikatan yang diinginkan. lalu klik OK. Atur sudut ikatan dengan cara yang sama dengan mengatur panjang ikatan, tetapi terlebih dahulu select dua garis, kemudian pilih set bond angle.
- Dalam penelitian ini, panjang ikatan awal untuk n-S =1,2 Å. dan sudut ikatan untuk S-n-S =180oatau 120o
- Memanggil data parameter atom.
Untuk memanggil parameter atom-atom penyusun molekul:
· Klik menu set up, pilih ab initio dan klik, sehingga muncul kotak dialog ab initio method. untuk luaran data ini dapat diamati momen dipol, simetri grup, energi, panjang ikatan dan sudut ikatan muatan relatif
· Buka file hin dengan menggunakan hyperchem, untuk luaran data ini dapat diamati panjang ikatan dan sudut ikatan, energi HOMO dan LUMO
- Optimasi geometri molekul n2S menggunakan metode ab initio, dengan batas konvergensi 0,001 kcal/A, RMS gradient 0,01 Kcal/ (Åmol) berdasarkan model algoritma polakribiere dan menggunakan basis set STO-3G. Start log, mechanics print level 3 dan Quantum print level 3.
- Melakukan perhitungan luas permukaan pada QSAR
- Mengolah dan menganalisis data hasil perhitungan menggunakan metoda statistik dengan SPSS 12.00 for windows untuk memperoleh hubungan kuantitatif antara struktur dan sifat elektronik molekul n2S
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.. Optimasi Geometri
Dari perhitungan optimasi geometri yang dilakukan terhadap sistem yang diamati, didapatkan hasil perhitungan optimasi geometri berupa panjang ikatan, sudut ikatan, luas muka, momen dipol, serta energi ikatan diperlihatkan dalam tabel 3
Tabel 3. Data hasil optimasi dari molekul n2S
No | Molekul | E | Α | r | A | μ |
1 | H2S | -247434.30 | 92.52 | 1.3786 | 158.38 | 1.0267 |
2 | Li2S | -256006.85 | 180.00 | 1.9118 | 151.21 | 0 |
3 | Be2S | -264826.39 | 58.13 | 1.8470 | 138.23 | 0.8112 |
4 | B2S | -27715.218 | 103.07 | 1.7957 | 170.37 | 0.8007 |
5 | C2S | -293399.45 | 179.99 | 1.5197 | 197.31 | 0 |
6 | N2S | -314008.70 | 102.68 | 1.6915 | 170.37 | 1.1161 |
7 | O2S | -339262.22 | 106.02 | 1.5587 | 183.95 | 2.1635 |
8 | Na2S | -447284.12 | 97.11 | 2.1749 | 167.48 | 8.4695 |
9 | Mg2S | -494008.34 | 61.75 | 2.1656 | 151.29 | 5.6176 |
10 | Al2S | -546672.41 | 114.16 | 2.1078 | 311.56 | 1.8558 |
11 | Si2S | -605021.37 | 128.72 | 2.0120 | 254.02 | 0.3287 |
12 | S3 | -740090.99 | 111.83 | 1.9491 | 206.94 | 0.8548 |
13 | F2S | -369712.63 | 94.21 | 1.6407 | 180.80 | 0.85 |
14 | P2S | -669515.51 | 53.77 | 2.1450 | 131.02 | 1.5014 |
Keterangan :
E = Energi dalam Kcal/mol
α = Sudut Ikatan dalam 0
r = Panjang Ikatan dalam Ǻ
Α = Luas muka dalam Ǻ2
μ = Momen Dipol dalam D
38
4.2. Diskusi
4.2.1 Momen dipol
Tabel 4 Perbandingan antara momen dipole yang didapat dari literature dengan yang didapat dari eksperimen menggunakan metode ab initio
No | Molekul | Momen Dipol | |
Literatur | Eksperimen | ||
1 | H2S | 0.93 | 1.02 |
2 | H2O | 1.84 | 1.71 |
Sumber: Hanbook of Chemistry and Physics. 52nd ed.
Tabel 4. memperlihatkan nila momen dipole H2S dan H2O yang didapat dari literature dengan yang didapat dari eksperimen menggunakan metode ab initio tidak berbeda banyak. Dari data di atas terdapat perbedaan yang sangat relative kecil. Hal ini menandakan bahwa data yang didapat dari literatur sangat kecil perbedaanya
4.2.1. Analisis Uji Korelasi
Uji korelasi bertujuan untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara panjang ikatan, sudut ikatan dengan momen dipol dan panjang ikatan, sudut ikatan dan luas permukaan, terlebih dahulu dilakukan tinjauan korelasi antar variabel yang terlibat. Nilai korelasi antar variabel dihitung dengan program SPSS versi 12 for Windows XP, hasilnya ditunjukan oleh tabel 4.2. dan tabel 4.3. Nilai korelasi berkisar antara 1 dan -1. Korelasi akan semakin baik untuk nilai mendekati 1 atau -1. Harga korelasi negatif menunjukan keterkaitan secara negatif, artinya efek variabel yang satu berbanding terbalik dengan variabel yang lain. Harga korelasi positif menunjukan keterkaitan secara positif, artinya efek variable yang berbanding lurus dengan variabel yang lain.
a. Korelasi momen dipol dengan panjang ikatan dan sudut ikatan.
Korelasi momen dipol dengan panjang ikatan dan sudut ikatan diperlihatkan dalam table 4.3
Tabel 5 korelasi momen dipol
| | Momendipol |
Pearson Correlation | Momendipol | 1.000 |
panjangikatan | .703 | |
Sudutikatan | .373 |
Dari table 4.3 terlihat bahwa korelasi antara momen dipol dengan panjang ikatan sebesar 0.703. dan korelasi antara momen dipol dengan sudut ikatan sebesar 0.373. Artinya momen dipol dipengaruhi oleh panjang ikatan sebesar 70.3 %, dan dipengaruhi oleh sudut ikatan sebesar 37.3 %. Dengan perkataan lain bahwa perubahan nilai pada panjang ikatan dan sudut ikatan akan menyebabkan terjadinya perubahan momen dipol pada molekul n2S.
b. Luas permukaan dengan panjang ikatan dan sudut ikatan.
Korelasi luas permukaan dengan panjang ikatan dan sudut ikatan diperlihatkan dalam Table 6
Tabel 6 korelasi luas permukaan
| | Luas permukaan |
Pearson Correlation | Luas permukaan | 1.000 |
panjangikatan | .0.722 | |
Sudutikatan | .643 |
Korelasi antara luas permukaan dengan panjang ikatan sebesar 0.722. dan korelasi antara luas permukaan dengan sudut ikatan sebesar 0.643. Artinya luas permukaan dipengaruhi oleh panjang ikatan sebesar 72.2 %, dan dipengaruhi oleh sudut ikatan sebesar 64.3 %. Jadi perubahan nilai pada panjang ikatan dan sudut ikatan akan menyebabkan terjadinya perubahan luas permukaan pada molekul n2S.
Untuk melihat hubungan antara luas permukaan ataupun momen dipole dengan panjang ikatan dan sudut ikatan tidak cukup hanya dengan melihat nilai korelasinya saja, tetapi diperlukan kajian lebih lanjut dengan melihat faktor-faktor lain yang mempengaruhi signifikansi data. Dalam hal ini kajian tersebut dilakukan dengan analisis regresi multilinier.
4.2.2. Analisis Regresi Multilinier.
Kajian untuk melihat factor-faktor yang mempengaruhi signifikansi data dapat dilakukan dengan regresi multilinier dengan menggunakan momen dipole sebagai Y dan panjang ikatan dan sudut ikatan sebagai X1 dan X2 kemudian untuk regresi multilinier yang kedua digunakan luas permukaan sebagai Y dan panjang ikatan ,sudut ikatan sebagai X1 dan X2.
Tabel 7 memperlihatkan hasil analisis regresi multilinier antara momen dipol dengan panjang ikatan dan sudut ikatan. Berdasarkan data ini diperoleh model persamaan hubungan kuantitatif antara struktur dengan sifat molekul n2S sebagai berikut :
R | Fhitung | Ftabel | Fhit/Ftab | SE | a | b | C |
0.705 | 6.933 | 3.74 | 1.85374 | 0.48826 | 0.398 | 0.260 | -0.420 |
Y = 0.398 X1 + 0.260 X2 – 0.420
N = 14
Dengan
Y = momen dipole
X1 = panjang ikatan
X2 = sudut ikatan
a = koefisien X1
b = koefisien X2
C = konstanta
Persamaan tersebut mempunyai harga R2 sebesar 0.705, hal ini berarti terdapat hubungan yang linier antara momen dipole dengan panjang ikatan dan sudut ikatan pada molekul n2S. Perubahan momen dipol pada molekul n2S disebabkan oleh perubahan panjang ikatan dan sudut ikatan.
Tabel 8 hasil analisis regresi multilinier antara luas permukaan dengan panjang ikatan dan sudut ikatan
R | Fhitung | Ftabel | Fhit/Ftab | SE | a | b | C |
0.805 | 12.901 | 3.74 | 3.449465 | 0.08777 | 0.069 | 0.316 | 1.606 |
Dari hasil regresi multilinier yang tercantum pada tbel 4.6tersebut di atas dihasilkan model persamaan hubungan kuantitatif antara struktur dengan sifat molekul n2S sebagai berikut :
Y = 0.069X1 + 0.316 X2 + 1.606
N = 14
Dengan
Y = luas permukaan
X1 = panjang ikatan
X2 = sudut ikatan
a = koefisien X1
b = koefisien X2
C = konstanta
Persamaan tersebut mempunyai harga R sebesar 0.805, hal ini berarti terdapat hubungan yang linier antara luas permukaan dengan panjang ikatan dan sudut ikatan pada molekul n2S. Perubahan luas permukaan pada molekul n2S disebabkan oleh perubahan panjang ikatan dan sudut ikatan.
Parameter R atau R2 hanya merupakan ukuran linearitas dari model persamaan yang terkait, tetapi tidak dapat menggambarkan ukuran prediksi dari model persamaan tersebut, oleh karena itu analisis dilanjutkan dengan memperhatikan parameter statiska lainnya. Parameter statiska lain yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah standar error (SE) dan parameter F. Semakin kecil nilai SE berarti data semakin signifikan. Pemasukan variabel terpilih yang tidak cocok ke dalam persamaan akan menyebabkan nilai SE akan semakin meningkat sehingga data semakin menjauhi signifikan. Untuk nilai F, yang diperhatikan di sini adalah perbandingan antara nilai Fhitung dengan Ftabel. Persamaan yang memenuhi syarat signifikansi pada tingkat kepercayaan 95% adalah persamaan yang memiliki nilai Fhitung/Ftabel lebih besar dari 1(satu) atau Fhitung lebih besar dari Ftabel. Persamaan yang dihasilkan dalam penelitian ini, diperoleh nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel, hal ini menyatakan adanya signifikansi antara variabel yang digunakan dalam persamaan dan persamaan yang dihasilkan signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Kemudian persamaan tersebut mempunyai nilai SE yang kecil yaitu 0.4882 untuk momen dipol dan 0.0874 untuk luas permukaan. Yang berarti terdapat penyimpangan data yang kecil. Semakin kecil nilai SE maka signifikansi data semakin tinggi.
Parameter R, SE dan F tidak dapat memberikan gambaran tentang kemampuan prediksi dari model persamaan yang dihasilkan. Untuk melihat kemampuan prediksi dari model persamaan yang dihasilkan, maka analisis dilanjutkan dengan menghitung nilai PRESS ( Prediction of Sum of Squares ) persamaan tersebut. Nilai PRESS merupakan kuadrat dari selisih antara log Y eksperimen dengan log Y prediksi menggunakan persamaan terkait, yang dirumuskan sebagai berikut :
(PRESS=
4.2.3. Analisis PRESS
a. Analisis PRESS momen dipole
Tabel 9. Press momen dipol
No | Molekul | Log Y Prediksi | log Y Eksperimen | PRESS |
1 | H2S | 0.613462091 | 0.01144356 | 0.362426309 |
2 | Li2s | 0.61396307 | 0 | 0.376095831 |
3 | Be2S | 0.613907714 | -0.09087206 | 0.496714528 |
4 | C2S | 0.613858894 | -0.09653017 | 0.504652625 |
5 | B2S | 0.613596337 | 0 | 0.376500465 |
6 | N2S | 0.613759773 | 0.04770311 | 0.376500465 |
7 | O2S | 0.613633455 | 0.3351569 | 0.376500465 |
8 | Na2S | 0.614219401 | 0.92785777 | 0.376500465 |
9 | Mg2S | 0.614210488 | 0.74955081 | 0.018317003 |
10 | Al2S | 0.61415562 | 0.26853117 | 0.11945626 |
11 | Si2S | 0.614064522 | -0.4832003 | 1.20399008 |
12 | S3 | 0.61400473 | -0.06813549 | 0.465315275 |
13 | F2S | 0.613711459 | -0.07058107 | 0.468256271 |
14 | P2S | 0.614190999 | 0.17649641 | 0.191576552 |
5.712803
Gambar 6 Grafik Press momen dipol
Dari nilai PREES yang diperlihatkan dalam table 4.6 terlihat bahwa antara nilai momen dipole eksperimen dengan nilai momen dipole prediksi menggunakan persamaan diatas terdapat penyimpangan yang besar. Berdasarkan nilai PRESS tersebut diatas dan juga ditunjang oleh gambar 4.1 yang menghasilkan garis tidak berlimpit, dari gambar 4.1 tersebut terlihat bahwa untuk menggambarkan hubungan kuantitatif antara momen dipole dengan panjang ikatan dan sudut ikatan
b. Analisis PRESS luas permukaan
Tabel 10 Press luas muka
No | Molekul | Log Y Prediksi | log Y Eksperimen | PRESS |
1 | H2S | 2.239961641 | 2.1997 | 0.362426309 |
2 | Li2s | 2.338086594 | 2.179581 | 0.376095831 |
3 | Be2S | 2.181951631 | 2.140602 | 0.496714528 |
4 | C2S | 2.331205456 | 2.231393 | 0.504652625 |
5 | B2S | 2.25969449 | 2.295149 | 0.376500465 |
6 | N2S | 2.257383079 | 2.231393 | 0.320420147 |
7 | O2S | 2.259325071 | 2.2647 | 0.077549192 |
8 | Na2S | 2.257260135 | 2.223963 | 0.098369028 |
9 | Mg2S | 2.195006148 | 2.17981 | 0.018317003 |
10 | Al2S | 2.278520786 | 2.493542 | 0.11945626 |
11 | Si2S | 2.294580655 | 2.404868 | 1.20399008 |
12 | S3 | 2.273346804 | 2.315844 | 0.465315275 |
13 | F2S | 2.244663374 | 2.257198 | 0.468256271 |
14 | P2S | 2.175733054 | 2.117338 | 0.191576552 |
5.07964
Gambar 7. Grafik Press luas muka
Dari nilai PREES yang diperlihatkan dalam table 4.7 terlihat bahwa antara nilai luas perukaan eksperimen dengan nilai luas permukaan prediksi menggunakan persamaan diatas terdapat penyimpangan yang relative kecil. Berdasarkan nilai PRESS tersebut diatas dan juga ditunjang oleh gambar 4.2 yang menghasilkan garis yang mendekati garis lurus terlihat bahwa model persamaan di atas baik digunakan untuk menggambarkan hubungan kuantitatif antara luas permukaan dengan panjang ikatan dan sudut ikatan
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan.
Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan :
1. Energi total molekul n2S menurun sesuai dengan kenaikan nomor atom baik dari kiri kekanan dalam satu perioda maupun dari atas ke bawah dalam satu golongan semakin kecil
2. Hubungan antara momen dipol dengan panjang ikatan dan sudut ikatan dapat ditulis dalam sebuah persamaan yaitu :
Y = 0.398 X1 + 0.260 X2 – 0.420
3. Hubungan antara luas permukaan dengan panjang ikatan dan sudut ikatan dapat ditulis dalam sebuah persamaan yaitu :
Y = 0.069X1 + 0.316 X2 + 1.606
4. Persamaan yang diperoleh sesuai dengan teori yang ada, yaitu semakin besar panjang ikatan maka semakin besar momen dipole dan luas muka, semakin besar sudut ikatan, maka semakin kecil momen dipole dan luas muka semakin kecil.
4.2. Saran
Untuk hasil yang lebih baik dan signifikan perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :
- perlu dilakukan uji secara laboratorium.
- kemudian dilanjutkan dengan Density Fungsional Teory (DFT).
DAFTAR PUSTAKA
Allinger, N., 1996. HyperChem Release 5.0 For Windows Reference Manual, p.
1-3, 2204-211. Hypercube, Inc.,
Andrews, L., et.al, 1998. J. Phys.Chem.A, 102(15), p. 2561-2571
Basri, Sarjoni, 1995. Kamus Kimia. PT. Rineka Cipta. Jakarta
Cotton, F.A. Dan Wilkinson, G., 1989. Kimia Anorganik Dasar, h. 241-243.
Terjemahan oleh Suharto, S., Penerbit Universitas Indonesia, Yogyakarta.
Hehre, W.J., et.al, 1986. Ab Initio Molecular Orbital Theory. Jhon Willey & Sons, Inc., United state of
Kusuma, S.T., 2005. Komputasi Sebagai Penyokong Penelitian Kimia, FMIPA, Universitas Andalas, Padang.
Kusuma, S.T., 2005. Teori Grup untuk Kimiawan, h. 21-23. FMIPA, Universitas Andalas,
Lee, P.F.Edmond and Wright, G.Timothy, 2004. J.Phys.Chem.A, 108(36),p. 7424-7428
Leach, A. R., 1996, Molecular Modelling: Principles and Aplications, p.37-45, Addison Wesley Longman Limited,
Louis, et al, 2003. J.Phys.Chem.A, 107(46), p. 9932-9934
Pranowo, H.D., 2000. Pelatihan Kimia Komputasi: Ab Initio, h. 1-2, 11-13. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Pranowo, H.D., 2000. Pelatihan Kimia Komputasi: Metoda Kimia Kuantum Dalam Kimia Komputasi, h. 16-36. Universitas Gadjah Mada,
Richon, B. Allen, 1994. An Introduction to molecular Modelling. Molecular Solutions,inc.
Shamasundar, K.R and Arunan, E., 2001. J. Phys.Chem. A, 105(37), p. 8533-8534
Sukardjo., 1990. Kimia Anorganik. PT. Rineka Cipta.
Wijaya, K. dan Pranowo, H.D., 2000. Pelatihan Kimia Komputasi: Program Kimia HyperChem, Universitas Gadjah Mada,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar